Rashdul Kiblat & Pro-Kontra Pelurusan Arah Kiblat


Arti harfiah “kiblat” adalah “arah”, sedangkan arti khusus bagi umat Islam adalah arah yang tepat dalam menghadap untuk melakukan ibadah shalat yaitu Ka’bah. Terkait masalah ini para ulama’ telah sepakat bahwa menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sahnya shalat, kecuali shalat yang dilakukan dalam dua keadaan, pertama, ketika shalat dalam syiddah khauf dan kedua, shalat sunnah dalam perjalanan.
Umat Islam telah bersepakat bahwa menghadap kiblat dalam shalat merupakan syarat sahnya shalat, sebagaimana dalil-dalil syar’i yang ada.
Bahtsul Masail NU di Surabaya pun menetapkan bahwa wajib menghadap ke arah kiblat dengan ijtihad, dan barangsiapa yang mampu melakukan ijtihad tapi tidak dilakukan maka shalatnya batal.
Dalam penentuan arah kiblat selain mensyaratkan arah terdekat terhadap kakbah mengandung aspek syariah, yaitu merupakan salah satu syarat sah shalat dalam melakukan ibadah shalat bagi umat Islam. Menghadap ke arah Baitullah ibarat medan magnit bumi, melindungi manusia dari awan plasma yang terlempar dari aktivitas matahari, pada waktu shalat momentum manusia memperbaiki arah dan memperkuat medan spiritual sehingga menjadi kekuatan batiniah dalam kehidupannya, menangkal berbagai cobaan hidup.
Kewajiban ibadah shalat untuk menghadap ke arah kiblat menjadikan umat Islam selalu berupaya berijtihad dan menemukan metode yang paling akurat untuk mengetahui arah kiblat. Iijtihad menentukan arah kiblat terjadi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, mulai dengan menggunakan bencet, miqyas, rubu’ mujayyab, kompas hingga theodolit dan GPS (Global Position System).
Perkembangan ini menyebabkan masjid-masjid di Indonesia mengalami kemelencengan arah kiblat, setidaknya ada beberapa alasan kemelencengan arah kiblat Masjid di Indonesia terjadi yaitu pertama, pemahaman arah kiblat identik dengan arah barat. Kedua, menentukan arah kiblat mengacu pada posisi matahari terbenam padahal posisi matahari terbenam tidak konstan tapi bergerak secara periodik. Ketiga, pengukuran biasanya menggunakan kompas yang memiliki variasi magnetik. Keempat, masjid di bangun berdasarkan arah jalan dan struktur tanah yang tersedia.
Bahkan pada tahun 2010 lalu ditaksir sekitar 320 ribu masjid dari 800 ribu di Indonesia (sesuai data running teks Metro TV, 23 Jan 2010) arah kiblatnya mengalami pergeseran atau kemelencengan. Kemelencengan arah kiblat di masjid-masjid di Indonesia sebenarnya bukan sesuatu yang mengagetkan karena melihat perkembangan dinamika penentuan arah kiblat yang ada sesuai dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi, sangat wajar apabila sebagan besar masjid, terutama masjid kuno, mengalami kemelencengan atau pergeseran arah kiblat. Permasalah bisa terjadi karena mekanisme penentuan arah kiblat atau faktor alam yang mempengaruhi pergeseran lempeng bumi.
Sebuah Penegasan Tuhan
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, mekanisme penentuan arah kiblat pun mengalami kemajuan yang sangat pesat. Sesuai perintah fikh yang mengisyaratkan untuk melakukan ijtihad secara sempurna untuk mengetahui arah kiblat secara tepat, ilmu falak hadir dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk menjadi “media” bagi fikh untuk melakukan ijtihad dan memberikan pedoman arah yang tepat akurat ke titik kakbah di Makkah.
Bahkan alam tidak luput memberikan konstribusi terhadap kewajiban berijtihad mengetahui arah kiblat, Allah SWT menurunkan kewajiban menghadap ke arah kiblat secara akurat sekaligus memberikan fasilitas yang ilmiah alamiah yang praktis dan dapat dijadikan rujukan kalibrasi dan verifikasi arah kiblat yang tepat.
Fenomena alam itu adalah rahsdul kiblat, yaitu ketika deklinasi matahari bernilai sama dengan lintang Kakbah yang berada pada 21o 25’ 14” Lintang Utara. Sehingga pada hari itu matahari akan berkulminasi tepat di atas titik zenith Kakbah, fenomena istiwa’ ini mengakibatkan semua bayangan benda di seluruh penjuru dunia mengarah tepat ke arah kakbah di Mekkah.
Fenomena ini dapat dibuktikan dengan rumus transformasi koordinat antara koordinat ekuator geosentri dengan koordinat horizon dengan pendekatan rumus sin (altitude) = sin δ (deklinasi) x sin φ (lintang) + cos δ (deklinasi) x cos φ (lintang) x cos HA. Pada midday HA (Hour Angle) = 0 derajat. Nilai cos (0) = 1 karena matahari berada di titik zenith, maka harga altitude = 90 derajat. Nilai sin 90 = 1.
Rashdul kiblat terjadi pada daerah yang masih mengalami fenomena siang hari. Di tahun ini, rashdul kiblat terjadi pada pukul 12.18 LMT pada tanggal 15 Juli 2012 dan 12.27 LMT pada tanggal 27 Juli 2012. Untuk daerah Indonesia yang berada pada garis indikator astronomis LMT + 4 (untuk Indonesia bagian Barat) maka rashdul kiblat di Indonesia terjadi pada pukul 16.18 WIB (15 Mei) dan 16.27 WIB (27 Juli).
Jika seorang pengamat melihat ke arah barat, maka matahari berada pada ketinggian lebih kecil dari 45o dari ufuk barat. Pada saat-saat tersebut matahari tegak lurus terhadap garis horizon, artinya jika ditarik garis lurus dari matahari ke ufuk barat, garis tersebut tepat jatuh di kota Mekah.
Fenomena rashdul kiblat berlaku bagi seluruh negara yang memiliki waktu lokal berselisih maksimal sekitar 5,5 jam dari waktu lokal Kakbah, baik di sebelah barat (Afrika dan Eropa) atau sebelah timur (Asia), kecuali untuk daerah-daerah abnormal yang berada pada lintang besar di Lintang Utara seperti negara Jepang (selisih waktu 6 jam) atau daerah di sekiar kutub yang mengalami waktu siang cukup lama.
Waktu Indonesia timur berada dalam indikator astronomis UT+9 atau Kakbah+6, sehingga waktu rashdul kiblat adalah untuk tanggal 27 Mei, nilai pergeserannya = 4 x [45 – 39,8261] – 2,93 = 17,8 menit atau dibulatkan 18 menit sehingga waktunya adalah pukul 12.18 waktu setempat berarti 12.18 + 6 = 18.18 WIT. Sementara ketika tanggal 15 Juli, nilainya = 4 x [45 – 39,8261] – (-5,88) = 26,6 menit atau dibulatkan 27 menit sehingga adalah 12.27 waktu setempat berarti 12.27 + 6 = 18.27 WIT, matahari pada kedua kesempatan rashdul kiblat telah terbenam.
Namun bagi daerah yang mengalami waktu gelap, seperti wilayah Indonesia bagian timur (Papua) dengan waktu standar UT+9 = 17.18 saat matahari mulai terbenam, dapat memanfaatkan momen matahari berada di dekat titik nadhir kakbah. Untuk daerah yang mengalami siang hari berlawanan dengan kakbah bisa menggunakan pedoman jadwal tahunan titik balik kakbah yang terjadi dua kali dalam setahun, yaitu tanggal 12-16 Januari, pukul 04:30 WIB (11-15 Januari, 21:30 UT) dengan toleransi sekitar 5 menit dan berikutnya tanggal 27 November – 1 Desember, pukul 04:09 WIB (26-30 November, 21:09 UT) dengan toleransi sekitar 5 menit.
Fenomena ini dapat dibuktikan dari rumus : sin (altitude) = sin δ (deklinasi) x sin φ (lintang) + cos δ (deklinasi) x cos φ (lintang) x cos HA maka situasi ketika altitude = -90 derajat atau sin(-90) = -1, adalah ketika deklinasi = minus lintang, serta cos HA (hour angle) = -1. Nilai Cos (hour angle) = -1 bersesuaian dengan waktu tengah malam di Kakbah. Dan titik puncak deklinasi matahari bernilai sama dengan minus lintang Kakbah terjadi pada 14 Januari dan 29 November.
Sehingga melihat kewajiban menghadap ke arah kiblat dan fasilitas yang “sengaja” diciptakan dengan akurat dan kemudahan seharusnya pro-kontra mengenai gerakan pelurusan arah kiblat masjid-masjid di Indonesia yang mengalami kemelencengan arah kiblat, seperti kontroversi pelurusan arah kiblat di Masjid Agung Demak, seharusnya tidak perlu terjadi. Rashdul kiblat seolah menjadi sebuah pesan langit yang mengisyaratkan bahwa dalam keadaan apapun ijtihad harus dilakukan untuk mengetahui arah kiblat secara tepat, dan apabila ilmu pengetahuan tidak dapat dipercaya Allah bahkan menyediakan verifikator dari alam berupa rashdul kiblat yang dapat dilakukan oleh orang awam sekalipun.
Dengan memanfaatkan rashdul kiblat yang akan terjadi tanggal 27 Mei mendatang pukul 16.18 WIB bisa dijadikan koreksi arah kiblat masjid atau bangunan apakah arah kiblatnya tepat atau tidak. Selanjutnya masjid yang arah kiblatnya ternyata kurang tepat berdasarkan koreksi rashdul kiblat tidak perlu dibongkar, tapi cukup shaf shalat diluruskan mengarah ke arah kiblat yang rashdul kiblat.
Bukankan dengan berijtihad dan mengetahui arah kiblat secara tepat dan akurat akan lebih memantapkan umat dalam menjalankan ibadah? Wallahu A’lam.