Why Ramadan Starts on 9 July?

Hampir dapat dipastikan bahwa untuk mengawali puasa Ramadan 1434 H umat Islam akan mengalami perbedaan. Kecenderungan ini akibat ketinggian hilal yang relatif rendah. Ijtimak terjadi pada pukul 7.14 UT atau bertepatan dengan 14.14 WIB, pada hari Senin, 8 Juli 2013. Ketinggian hilal di kawasan pelabuhan ratu saat matahari terbenam adalah 0o 38,39’. Muhammadiyah sudah menetapkan awal puasa Ramadan jatuh pada 9 Juli 2013 karena hilal sudah wujud, sedangkan kriteria rukyat dan imkan rukyat kemungkinan akan memulai puasa Ramadan pada 10 Juli 2013 karena ketinggian hilal belum memenuhi syarat imkan rukyat MABIMS dan masih terlalu rendah untuk di rukyat.
Perbedaan dalam memulai puasa Ramadan sudah terjadi berulangkali di Indonesia, bahkan sejak 1433 H hingga 1435 H tahun depan, awal Ramadan memang cenderung sangat rawan terjadi perbedaan karena kondisi hilal yang relatif rendah di atas ufuk. Kondisi ini memantik kebingungan di tengah masyarakat dalam menentukan pilihan untuk mengawali puasa Ramadan, selain itu perbedaan dengan mayoritas sangat berpotensi menimbulkan konflik dan menciptakan disharmonitas di kalangan umat Islam.
Sehingga hal yaang paling urgen adalah bagaimana mampu memahami duduk perkara dalam permasalahan hisab rukyat sehingga setiap keikutsertaan dalam hisab dan rukyat dapat dipertanggungjawabkan karena masing-masing individu akan dimintai pertanggungjawaban atas keikutsertaannya dalam pemahaman agama.
Hisab & Rukyat
Adalah sebuah permasalahan klasik pada diskursus penentuan awal bulan kamariah dalam tataran pemahaman antara hisab dan rukyat, legalisasi hisab sebagai pedoman dalam mengetahui hilal dan menetapkan jatuhnya awal bulan kamariah masih terus diperdebatkan. Meskipun saat ini perbincangan seputar hisab rukyat cenderung mereda dan meruncing pada diskursus kriteria hilal dalam menetapkan awal bulan kamariah.
Pada awal mula dalam sejarah umat Islam, metode rukyat merupakan cara yang digunakan oleh umat Islam dalam mengetahui eksistensi hilal dan menetapkan jatuhnya awal bulan kamariah. Metode sederhana ini dilakukan karena melihat perkembangan masyarakat Arab pada masa itu yang peradabannya masih sangat tertinggal di saat bangsa Mesopotamia, Romawi dan Persia sudah maju. Kesederhanaan ini tercermin dalam Alquran, sehingga Alquran dalam menetapkan petunjuk dalam syariah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan disampaikan dengan bahasa yang sederhana, seperti pada Qs. Albaqarah ayat 187 yang berbunyi, “Makan dan minumlah kalian sampai kamu dapat membedakan benang putih dan benang merah pada waktu fajar.” Sedangkan dalam riwayat dari nabi Saw menegaskan bahwa hukum tersebut berillat karena sifat ummi yang dimiliki.
Hadist-hadits tentang rukyat merupakan reaksi basyariyah nabi Muhammad Saw terhadap laporan para sahabat yang menyaksikan hilal, kemudian nabi memberikan petunjuk (irsyad) bahwa waktu ibadah sudah masuk dengan ditandai kemunculan hilal sebagai penanda masuknya waktu.
Rukyat kemudian dapat dipahami adalah wasilah (sarana) dalam mengetahui eksistensi hilal, bukan bagian dari ibadah tersebut. Dalam surah Albaqarah ditegaskan bahwa hilal disebutkan dalam bahasa yang jamak yang seharusnya makna diaplikasikan kepada riwayat seputar hisab rukyat sehingga dapat dipahami hilal secara substansinya, bukan secara tradisi yaitu prosesi rukyat. Maka hilal adalah penanda masuknya waktu ibadah, bukan hilal sebagai rutinitas rukyat, dengan kata lain ketika eksistensi hilal sudah dapat diketahui maka kewajiban puasa sudah ditentukan.
Ramadan 9 Juli
Dalam sebuah dokumentasi Martin Elsasser, Jerman, dapat dibuktikan bahwa hilal sudah muncul dan bahkan dapat divisualisasi ketika baru berusia 10 menit setelah topocentric conjunction. Ini sekaligus meruntuhkan argumentasi imkan rukyat yang menyatakan bahwa bulan sabit hingga menjelang matahari tenggelam pada 8 Juli 2013 bukanlah hilal. Kriteria imkan sesungguhnya tidak memiliki landasan kuat kecuali hanya menerjemahkan rukyat dalam bentuk angka-angka, sekaligus memandang alam itu diskrit, padahal alam tidak diskrit.
Dalam kacamata imkan rukyat ditegaskan bahwa sabit yang sudah tenggelam bukanlah hilal, sedangkan dalam beberapa waktu kemudian pun sabit akan tenggelam di daerah lain, hal ini karena hilal bukanlah fenomena yang harus muncul dari langit dan terlihat. Kriteria imkan rukyat bukan kriteria saintifik karena sangat bias bahkan cenderung dipaksakan dan menyimpang dari common sense.
Harus dipahami bahwa ketentuan waktu astronomis dengan ketentuan waktu ibadah puasa adalah berbeda. Ijtimak terjadi pada pukul 14.14 WIB sekaligus menandai berakhirnya bulan Sya’ban pada hari itu, maka sejak maghrib dapat ditentukan sudah mulai masuk Ramadan mengingat pergantian hari dalam Islam adalah maghrib. Mengenai kriteria umur bulan dan ketinggian bulan, tidak masalah ijtimak terjadi pada jam berapa karena bulan baru pastinya datang setelah ijtimak. Akan tetapi ini tidak bisa serta merta melakukan puasa pada hari itu, karena kewajiban puasa Ramadan adalah sejak fajar hingga terbenamnya matahari.
Permasalahan seputar yang terlihat, dalam sebuah riwayat bukhari, rasulullah Saw pernah mengatakan bahwa jika umat Islam sudah melihat malam dari arah itu (rasulullah menunjuk ke arah timur), maka seseorang harus berpuasa HR Bukhari. Namun kenyatannya umat Islam saat ini tidak perlu melihat ke arah timur untuk menyaksikan datangnya malam namun cukup dengan perhitungan astronomis seperti dalam permasalahan waktu shalat.
Maka dapat dipahami bahwa ketika eksistensi hilal sebagai penanda masuknya waktu ibadah sudah dapat diketahui atau hilal sudah wujud, maka kewajiban berpuasa sudah jatuh bagi umat Islam. Hal ini sekaligus perlu diketahui duduk perkaranya agar dalam mengikuti hisab dan rukyat dapat diketahui secara bijak dan dapat dipertanggungjawabankan keikutsertaannya.

Muh Hadi Bashori

Tinggalkan komentar